Selasa, 19 Mei 2009

Lingkungan Fisik dan Zonasi Mangrove


Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:

1. Jenis tanah.

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

2. Terpaan ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.

3. Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Kamis, 23 April 2009

Budidaya Rumput Laut Di Tambak



A. Persyaratan lokasi

  1. Pemlihan Lokasi

Untuk memulai usaha budidaya rumput laut ada beberapa factor yang menjadi pertimbangan diantaranya adalah :

Ø Lokasi harus terlindung dari ombak laut yang besar agar rumput laut tidak rusak.

Ø Kedalaman air pada pasang surut yang terendah berkisar antara 30-60 cm

Ø Dasar perairan terdiri dari pecahan karang mati dan berpasir

Ø Air jernih (tidak keruh) agar proses assimilasi berlangsung dengan baik, dan terhindar dari pencemaran limbah industri maupun buangan oli kapal, dan jauh dari sumber air tawar

Ø Salinitas air laut berkisar antara 30-40‰

Ø Suhu air laut antara 28-32 0 C antara 6,5-8

Ø kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3-8 ppm.

  1. Pemilihan bibit

Pada dasarnya pemilihan bibit ini bertujuan agar pertumbuhan rumput laut menjadi baik, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Ø Bibit berupa stek pilihan dari tanaman yang segar dapat diambiil dari tanaman yang tumbuh secara alami, ataupun dari tanaman hasil budidaya.

Ø Bibit yang akan ditanam bercabang banyak, utuh, tanpa luka, harus baru dan masih muda.

Ø Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, bibit harus tetap basah attaupun terendam air laut.

Ø Sebelum dilakukan penanaman, bibit dikumpulkan pada tempat-tempat tertentu, misalnya keranjang atau jaring dan diusahakan bibit tidak terkena minyak, kehujanan dan tidak kekeringan.

B. Teknik Pemeliharaan

Metode pemeliharaan setiap rumput laut berbeda satu sama lainnya. Namun secara umum dikenal tiga metode pemeliharaan rumput laut berdasarkan letak bibit terhadap dasar perairan, yaitu :

1. Metode Dasar ( bottom methode )

Metode dasar adalah cara pemeliharaan dimana bibit ditebarkan di dasar perairan yang datar. Penanaman dengan metode ini dilakukan 2 macam :

Ø Bibit (thalus) dipotong dengan ukuran sekitar 20-25 cm dengan berat 75-100 gram, kemudian disebarkan pada dasar perairan.Cara ini dilakukan pada perairan yang relative diam.

Ø Bibit (thalus) setelah dipotong diikat pada batu karang atau balok semen, kemudian diatur berbaris dengan jarak 20-25 cm di dasar perairan. Cara ini dilakukan pada perairan yang ada ombaknya.

2. Metode Lepas Dasar ( off bottom method )

Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir, sehingga mudah untuk menancapkan patok / pancang. Bibit ( thalus ) diikatkan pada tali atau jaring yang direntang diatas dasar perairan dengan pancang kayu atau.

Bahan-bahan yang digunakan dalam metode ini diantaranya :

· Potongan bambu attau kayu dengan ukuran 1-1,5 m dengan salah satu ujungnya runcing digunakan sebagai pancang.

· Tali plastic atau tali dari bahan monofilament, tali nilon no. 2000, sebagai tempat mengikat bibit.

· Tali raffia untuk mengikat bibit

· Apabila menggunakan jaring direntangan dengan patok, maka ukuran jaring 2,5 x 4 m2 dengan lebar mata jaring 25-30 cm.

Jarak tali atau jaring dengan dasar perairan kira-kira 25 cm. jarak bibit dengn bibit lainnya kira-kira 25 cm. bibit yang akan ditanam berukuran antara 100-150 gram, dalam satu petak direntangkan 10 monolisme (Tali plastik). Satu monoline terdapat 10 ikat, sehingga dalam satu petak

Terdapat 200 ikat atau kurang lebih 20 kg bibt.

  1. Metode Apung (Floating method)

Metoda terapung dilakukan dengan cara membuat rakit dari bamboo dan kayu yang ukurannya 2-4 meter. Metode ini memiliki dua modifikasi yaitu monoline dan net seperti yang dilakukan dengan metode dasar. Metode ini baik diterapkan di tempat yang pergerakan airnya berupa ombak atau lokasi yang dasar perairannya berupa karang yang keras ( sulit untuk menancapkan pancang ).

Agar rakit tidak tidak hanyut sebaiknya dipasang jangkar. Untuk efisensi pemakaian area. Menyatukan rakit dalam jumlah banyak akan berpengaruh jelek terhadap pertumbuhan rumput laut. Jumlah rumput laut yang disatukan sebaiknya 10 rakit dengan ukuran 2 x 5 m2.

C. Budidaya Rumput Laut di Tambak.

Selain dilaut rumput laut dapat dibudidayakan di tambak. Budidaya rumput laut di tambak lebih menguntungkan karena tanaman terhindar dari pengaruh ombak, arus laut yang kuat, dan binatang predator. Selain itu, proses pemupukan dan pengontrolan kualitas air lebih mudah dilakukan. Jenis rumput laut yang sering dibudidayakan di tambak adalah Glacilaria sp. Pembudidayaan Glacilaria sp. Di tambak masih bisa ditumpangsarikan atau polikultur dengan udang atau banding. Dengan catatan, budidaya udang dan bandeng bukan merupakan usaha utama dan harus menggunakan perbandingan tertentu. Perbandingan antara rumput laut,bandeng dan udang windu biasanya 1 ton : 1.500 ekor : 5.000 ekor.

Budidaya rumput laut secara polikultur ini sangat menguntungkan karena selain memperoleh pendapatan tamabahan dari penjualan bandeng dan udang, bandeng jugan bisa mengurangi lumut (klekap) yang menempel pada rumput laut. Lumut (klekap) merupakan pakan alami untuk bandeng. Bandeng glondongan (bibit bandeng yang agak besar) ditebar pada hari ketujuh sampai kesepuluh setelah penanaman rumput laut dengan padat penebaran 1.500 ekor. Seminggu kemudian, udang tokolan (bibit udang yang agak besar) ditebar dengan padat penebaran 5.000 ekor.